Sabtu, 25 April 2020

Talking with Mom -A Story

Bercerita dengan Ibunda.
Bagi yang belum tau, sebenarnya aku tinggal mempunyai satu orang tua kandung. My Mom. Sudah sejak lama, lama sekali malahan, sejak aku kelas tiga sekolah dasar. He had to go back home. Itulah kenapa judulnya tentang ibu, karena memang tinggal Ibu kan yang bisa diajak cerita. Tapi kami sebenarnya keluarga besar, aku punya banyak Om dan Tante. Tapi sepertinya aku tidak mau merepotkan mereka.

So, kalau ada yang follow Instagramku, beberapa waktu lalu di bulan April 2020 ini aku semacam membuat drunk post. Yang aku sesali setelahnya kenapa sampai membuatnya. Tapi ada sisi baiknya juga, setelah aku sadar pagi harinya, aku jadi bisa membaca lagi postingannya dan mengerti diriku sendiri, sedikit mengerti.

Aku sedang berada di titik terendah dijalan hidup ini, setidaknya itu yang aku rasakan. Aku semacam membiarkan diriku menarik diri dari society, entah sejak kapan dan bagaimana. Hanya akhirnya, aku merasa sendirian di Kota Surabaya yang terasa asing. Dan dengan adanya kebijakan kerja dari rumah selama pandemi Covid-19. Itu sama sekali tidak membantu, aku menjadi terlalu banyak waktu sendirian dan berfikir yang tidak-tidak.

Selama ini aku berfikir aku baik-baik saja, dan memang begitu, tapi dengan sedikit dorongan alkohol, baik-baik saja nya menjadi retak dan isi pikiranku yang tidak pernah aku ceritakan merembes keluar. Not good, just like anyone will ever care.

So, apakah yang sebenarnya terjadi denganku sebenarnya?

Pertama, aku kehilangan Tuhan, dan sudah sejak lama. Atau mungkin aku memang tidak pernah percaya mungkin ya. Itu akan sulit dibuktikan, mana yang benar. Tapi tolong jangan salah maksudnya disini, aku masih percaya tentang Adanya Tuhan yang menciptakan semua ini. Yang aku tidak percaya adalah bahwa Tuhan masih sayang denganku. Aku tidak tau apa yang salah sejujurnya, hanya saja itu tidak terasa benar. Aku tidak bisa lagi merasakan cinta-Nya, dan aku bahkan sudah lupa kapan terakhir kali merasakannya, atau apakah aku benar-benar pernah merasakannya.

Dan parahnya lagi, aku semacam menyalahkan Tuhan karena tidak menolongku. Atau setidaknya aku tidak merasakan Dia menolongku karena hidup ini terasa sangat berat. Itu terasa sangat salah, karena bagaimana aku bisa menyalahkan yang aku anggap tidak peduli denganku? Kenapa banyak orang lain yang merasa sakit menyalahkan Tuhan? Kenapa aku mengikuti orang lain? Pertanyaan seperti itu ingin sekali aku tanyakan kepada Mama.

Lagi, sewaktu itu juga aku keluar dari grup wa sebuah kelompok kerohanian, yang walaupun aku memang sudah tidak aktif sejak lama, tapi aku tidak dikeluarkan dan juga tidak dianggap, karena tidak pernah ada yang menyinggung tentangku disana. Jangan salah, mereka semua orang baik, aku yang bukan sepertinya. Dan setelahnya, benar-benar tidak ada yang mencoba menghubungiku. Memang benar, aku sudah tidak aktif sejak lama, dan aku tidak punya kontribusi apa-apa lagi. Mungkin semuanya punya lebih banyak pekerjaan lain yang lebih penting, aku mengerti dan tidak menahan rasa apapun. Hanya saja mungkin memang benar apa yang pernah dikatakan orang kepadaku, "You are one soul that not worthit to be saved". Kamu satu nyawa yang nggak begitu berharga untuk diselamatkan.

Kedua, aku tidak punya kekasih atau bahkan teman yang benar-benar bisa aku ajak cerita. Dulu aku masih bisa bercerita dengan beberapa orang, tapi seiring waktu kemewahan itu tidak ada lagi. Aku bahkan tidak lagi bisa atau berhak menyebut seseorang yang aku sayangi sebagai sahabat, karena kami sudah tidak berpacaran lagi, lama. Ini membuatku sedih lebih dari apapun. Dan itu sudah pasti salahku ya, dia itu gadis yang baik, tidak sempurna atau mungkin jauh adari sempurna, I just made mistake.

Tapi begini, rasioalku berkata hidup ini berat dan hampir saja kamu tidak bisa hidup dengan layak. Hidup dari gaji sebulan yang habis dalam satu bulan. Tidak punya tempat tinggal dan asuransi yang baik, aku bukan pilihan yang baik. Golongan milenial biasa saja yang hidup di sistem ekonomi kapitalis, sejujurnya aku tidak akan bisa mencapai apa-apa di kehidupan ini, dengan kerja keras, aku akan perlu waktu 150 tahun untuk bisa mencapai hidup yang layak. So, untuk mencari pasangan romantis yang aku suka, I can't afford that.

Sedangkan hatiku yang gila dan tidak rasional ini. Masih berharap kalau suatu saat nanti akan ada seseorang yang cukup nekat untuk menerimaku sebagaimana adanya dan mau berbagi hidup bersama. Syukur-syukur kalau dia anak Tuhan yang taat. You see it's crazy hope, and so unlikely to be happend. Kinda gave up for this.

Ketiga, aku sepertinya kehilangan gairah hidup, I have no passion to move my life. Kenapa pula aku hidup ini, untuk apa. Tapi aku tidak berencana untuk meninggal dalam waktu dekat. Aku masih mau jalan-jalan dan kalau hidup mengizinkan, aku ingin sekali berguna untuk orang-orang yang membutuhkan. Terutama mungkin untuk anak-anak yang kurang beruntung, kalau saja hidup memunjukkan jalan kesana. I have time, and me..

Kesimpulannya, Mama bilang kalau aku mau hidup dengan baik, Have Love. And Love mean God. Tuhan adalah Kasih, kalau kamu memilikinya Dia akan memberikan apa yang hatimu inginkan. Jangan mengejar anak gadis orang kalau kamu belum punya Tuhan, dan jangan dateng sama Tuhan kalau tujuannya hanya untuk mendekati seseorang. Kamu akan benar menyakiti anak orang, yang padahal Mama sudah suka dan 2020 kalian jadi.  Dan iya, aku menyakitkan.

But I can't help myself for that. Aku akan mencatatnya sebagai saran dahulu untuk sekarang. Kenyataannnya sekarang, Im alone.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung