Sabtu, 05 September 2020

Why?

 Why?

A Story..

Kemarin ada yang bilang samaku, temen kerja.

“Aku ada kagum sama kamu lho Dan. Disaat seperti ini, sepi kamu disini sendiri. Kamu bisa terlihat biasa aja. Kayaknya kamu bisa mengatasi situasinya. Apa si yang kamu rasain sebenernya?”

Well, sepertinya ini semacam pujian. Baiklah terimakasih lho, ternyata ada yang perhatian.

Kemudian kenapa bisa begitu, ya karena aku tidak terlalu menunjukkan perasaanku saja sewaktu bekerja. Kalau lagi sendiri kan nggak ada yang tahu ya. Jadi, sebenarnya baik-baik saja itu kalau pas lagi kerja saja sih.

Tapi juga, aku belajar ilmu lewat-lewat. Yang berarti yang sudah lalau ya biarlah berlalau, nggak perlu terlalu dipikirkan kenapa dan apa salahnya. Karena kadang kita nggak perlu salah untuk mendapat kesialan, itu bisa dating kapan saja semaunya hidup. Jadi lanjut aja deh.

Itu susah lho dipelajari sebenarnya. Karena aku kadang masih terbawa menjadi orang baik. Yang berarti orang juga harus baik karena aku baik juga. Hidup tidak seperti itu. Orang baik aku rasa tidaklah ada. Yang ada hanya orang, ada yang melakukan hal baik, ada yang melakukan hal sialan.

 


Lalu, sedari waktu kecil. Aku diajari untuk ‘Man up’, dewasalah, jangan manja. Jadi seperti itulah aku menjadi. Setidaknya aku fikir begitu. Sepertinya itu bukan hal yang bagus untuk dikatakan kepada anak kecil, tapi seperti itulah yang aku dapatkan. Itu membuatku selalu menyembunyikan perasaanku.

Aku juga nggak mau menyusahkan untuk hal yang tidak perlu. Karena memang dari dulu aku terbiasa sendiri, mandiri. Saat aku sudah menaruh atau menggantungkan sesuatu pada sesuatu or seseorang. I have tendency to get f*ck. Soo, sekarang aku jadi lebih suka melakukan sesuatu untuk diriku, sendiri.

Or maybe I'm just ignorant moron boy, pushed at adult ages..

Tapi aku berkumpul bersama lho, aku sebenarnya suka berada dalam satu kelompok apa begitu. Tapi mungkin kelompoknya yang tidak suka denganku. Haha..

Pentanyaan terakhir tentang apa yang aku rasakan? Aku tidak pernah bener-benar memikirkannya.

Kenapa begitu? Karena perasaanku nggak penting. It’s irrelevant. Jadi buat apa dibahas kalau tidak ada gunanaya kan. Kalau ada yang baca ini, tolong berhenti berlakau demikian yang diatas itu pada anak-anak. Itu merusak. Membuat orang tidak bisa menjadi, decent human being.

Untuk membahas apa yang aku rasakan, perlu orang yang benar-benar aku percaya dan aku anggap memang peduli. Dan sayangnya belum aku temukan orangnya sampai sekarang. Tapi hey, apa si pentinya perasaanku. Itu kan tidak relevan.

Tapi aku baik-baik saja. Aku hanya rindu jalan-jalan.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengunjung