Rabu, 20 Januari 2021

Berkisah Jika Nanti -A Story

Segala sesuatu dialam semesta ini aku percaya berada dalam keteraturan. Kalaupun ada saat saat yang tidak teratur, mungkin itu hanya kelihatannya saja, distraksi untuk semuanya menuju keteraturan. Dan walaupun semuanya terlihat kacau, itu kekacauan yang teratur. Begitu paragraf pembukanya.

Beberapa waktu lalu aku bertanya kepada beberapa Teman dan orang yang bisa kupanggil Kakak dan Abang. Aku bertanya sebenarnya apa yang kita lakukan dalam hidup ini. Apa yang kita lakukan untuk mempersiapkan hari tua jika hari itu datang. Mungkin aku bertanya dengan orang yang kurang tepat untuk masalah ini, tapi ini hanya opini. Semua orang boleh punya opini kan, untuk diri sendiri. 


Aku bertanya karena aku juga tidak tahu apa yang aku lakukan dengan hidup, atau apa yang hidup lakukan terhadapku. Aku sepertinya sedang berada di tahap pemikiran uang untuk memaknai hidup ini. Tapi ya, sebenarnya juga aku tidak tahu mengapa aku iseng sekali bertanya hal itu.


Pertama ada yang menjawab kalau Hidup akan menyediakan semuanya untuk kita. Percaya saja dan jalani hidup sekarang sebaik mungkin, lakukan semua yang dikehendaki sang pemilik kehidupan. Jawaban ini tidak bisa kupahami sebenarnya. Bagaimana jika aku bukan seorang yang begitu bertaqwa sepertimu. Maksudnya, apa sih yang harus aku lakukan sebenarnya.

Kedua ada yang menjawab aku tidak tahu, belum pernah terfikirkan sampai kesana. Hidup sekarang saja susah sekali, jadi aku tidak punya waktu untuk memikirkannya. Mempersiapkan apa juga tidak tahu, sepertinya aku akan bekerja saja sampai mati, dan kemudian dia tertawa. Mungkin stres di hidupnya telah membuatnya rusak. No idea.

Ketiga 

Maaf ini draft lama di akhir 2019 dan sekarang sudah 2021, dan sepertinya aku sudah lupa jawabannya. jadi story ini tidak selesai.

Kantong Belanja

Mungkin sudah sekitar dua tahunan ini kalau belanja sebisa mungkin membawa kantong belanja sendiri. Ke minimarket atau toko grosir untuk kebutuhan sebulan, aku biasakan untuk membawa kantong belanjaan sendiri.

Kecuali kalau aku beli sayuran, aku tidak membawa. Karena mungkin kotor ya, ada tanahnya. dan mungkin masih geratis juga. Tapi aku selalu minta plastic yang cukup besar untuk semuanya, masukin saja semuanya kesana. Seminimal mungkin.

Ceritanya ada di minimarket atau toko grosir kalau aku membawa kantong belanja sendiri. Terkadang, ada yang melihatku dengan tatapan yang cukup aneh. Dulu kasirnya juga seperti, orang ini nggak papa tah?

Heheh…

Ada satu embak-embak cantik yang belanja dan di kasir sebelah yang sepertinya memandang dengan curiga. Beneran deh dia cantik, rambutnya panjang dihiglight pirang (blonde). Pakai kaos hitam fit, jeans hitam juga fit. Badanya oke, not perfect but about close. Please it’s not necessary creapy, just honest opinion for short period of time looking.

Tapi ada yang melihat dengan biasa aja ya. Tapi aku mau tulis yang lucu aja itu.

Anyway,

Kenapa beberapa orang melihatnya dengan agak aneh ya? Kebiasaan bawa kantong belanja itu.

Kenapa juga aku harus repot-repot membawanya? Walau sebenarnya tidak serepot itu, tinggal dilipat dan dimasukkan ke tas kan.

Aku tanya itu ke temen, dan jawabannya. “Iya kamu aneh juga si. Ngapain repot-repot bawa, kan disana udah disediain.”

Bukan jawaban yang ingin aku dengar. Tapi bisa jadi iya juga si. Aneh. Mungkin nanti aku tanya yang lain, but most likely not adding this, at here.

Kemudian kenapa juga ya aku bawa begituan?

Well, mungkin karena aku peduli dengan lingkingan. Tidak mau menambah sampah? Tapi apa iya tindakan itu berdampak pada lingkungan si. Sepertinya si nggak juga. Nggak berarti.

Kalau melihat berita pencemaran sampah plastic di laut, memang akan membantu mengurangi ya?

Aku rasa si tidak juga.

Tapi yang pasti, aku bisa berhemat sekitar Rp 200 setiap kali belanja yang kalau kasirnya menungkinkan, bisa untuk donasi. Atau dapat permen untuk hiasan toples.

Sama seperti aku memilih untuk tidak memakai sedotan sewaktu aku minum, kalau pilihanya ada. Kasihan sama penyu yang entah bagaimana bisa masuk sedotan ke hidungnya. Aku pernah berjumpa gadis cantik yang beranggapan sama. Kami minum tanpa sedotan malam itu, amazing I supposed.

Tapi apa iya itu akan berdampak? Kemungkinan besar si tidak.


Menganai sampah plastic dan tambah sedotan tadi. Apakah kita sebagai manusia memang mau menguranginya ya?


 



Selasa, 19 Januari 2021

QNA about Climate Change with Professor Jordan Peterson

I Found this old clip so interesting..

Professor Jordan Peterson on climate change and climate policy at the Cambridge Union



Question:

Drought, Flooding, and Ocean Acidification unanticipated for 65 million years. All result from climate change according to over 700 of your fellow scientists so..

I was wondering whether you thought climate change could be an issue that could unite us all or left and right?

Moving us beyond debates about C16 to discussions at the UN Katowice next month where perhaps humanity might finally discover its global map of meaning?


Answer:

No.

Mean those there's a couple of reasons.

I mean the first reason is is that I spent a lot of time, really I worked for UN committee for two years on sustainable economic and ecological development and read a very large amount during that period of time and learned a lot much of which made me much more optimistic than I had been before I read the relevant literature which was a real shock to me,

But the climate change issue is an absolutely catastrophic nightmarish mess and the idea that that will unite us is, that's.. that's.. that's.. not going to unite us. 

I mean first of all, it's very difficult to separate the science from the politics, and second even if the claims, the more radical claims are true, we have no idea what to do about it and so, no. 

And besides it's even worse than that,

Here's one of the worst things about the whole masses. So as you project outwards, with regards to your climate change projections, which are quite unreliable to begin with, and the unreliability of the measurement magnifies as you move forward in time obviously, because the errors accumulate. And so if you go out 50 years the error bars around the projections are already so, so wide that we won't be able to measure the positive or negative effects of anything we do right now.

So how in the world are you going to solve a problem when you can't even measure the consequence of your actions. 

Like how is that even possible?

And besides that what's the solution?

What are we going to do?

Switch to wind and solar? 

well good luck with that. Just try it and see what happens.

We can't store the power. Germany tried it. They produce more carbon dioxide than they did when they started because they had to turn on their coal-fired plants again. That wasn't a very good plan. 

Well we don't want nuclear. It's like okay, what happens at night, huh? The Sun Goes Down. Well isn't that something we should have taken into account. All right we gotta flip on the coal-fired plants. 

Well so it was a complete catastrophe, and all that happened was the price of electricity shot up. There's like zero utility. So that's that's not a solution. 

So what are we gonna do about it?

Well we should cut back, we can't consume as much as we should as we are all consuming.

It's like, well maybe except the data that I've read indicate that if you can get the GDP of people up to about five thousand dollars a year. Then they start carrying about the and the environment cleans up. 

So you could make a perfectly strong case. I think at a reasonable one perhaps even a humane one, that the actual idea would be to get everybody in the world who's poor desperately so, out of poverty as fast as possible which would increase consumption in the short term because then they'd start to care about the environment and things would clean up.


It's like okay, well what are we gonna do about global warming? 

Well good luck figuring that out. I don't see a solution on the horizon.

I look at Bjorn Lomborg work. I really like Bjorn Lomborg. I think he's a real genius. You can look them up if you want. 

He took the UN Millennium Goals. There's 200 of them. That's way too many goals if you're serious about goals by the way, because 200 goals isn't a plan, it's a wish list you have to prioritize. 

I'm serious, you have to prioritize, but they won't prioritize because each of the goals has its constituents and if you prioritize then you irritate the constituents, and but if you don't prioritize then you can't implement the plan.

So what Lomborg did was gather a team, of teams of economists, multiple teams, some of whom were Nobel prize-winning economists. He had them assemble teams. He had them rank order development goals in terms of the return on investment all of the teams, then he averaged across the teams and came up with a final list.

And an addressing global warming wasn't even on the list. The most fundamental. He wrote a book called How to Spend Seventy Five Billion Dollars To Make The World a Better Place, and that's not very much money on a global scale. 

Almost everything that he recommended had to do with increased child nutrition in developing in developing countries. It's like these things are complicated man. These are complicated, it's like well let's fix global warming. It's like okay, well good luck with that.

First of all how are you going to do that? 

And to think that will unite us but certainly not uniting us so far. 

So no, and it's just.. it's just.. it's the kind of low resolution thinking that just gets us absolutely nowhere.


I like what Lomborg did way better. I think it's way more intelligent. So you know maybe if you,

if you increase child nutrition, enough and you produce another, I don't know 10 million geniuses as a consequence of that. 

And maybe way they must figure out what to do about global warming. 

Well I'm serious about that you know. It's not a bad thing to increase the total sum of human brain power you know.

And so we treat these things so lightly.

Well let's fix the planet.

Well we're going to concentrate on global warming.

Well why global warming?

Well cuz everyone thinks that's the biggest catastrophe. 

Well maybe it is, but if you don't have a solution?

Well then what about all those other problems? 

What are you gonna do about them? 

Well we'll ignore them because we can feel good about, you know being concerned about global warming.

It's like I don't.

You know one of the reasons there's more trees in the northern hemisphere than there were a hundred years ago. No one knows that, but it's true. And by substantial margin you know. Why in part, because people burned coal instead of wood.

It's like everyone says, well we shouldn't burn coals, like ok fair enough.

What do you want to do burn trees instead? Because that's what poor people would have done. It's like, coal isn't good, well it's better than burning wood.

So these things are complicated. So they're unbelievably complicated, 

and so no. It's not going to unite us and we're not gonna do a damn thing about it either. So it doesn't really matter. 


So well what are we gonna do?

You're gonna stop like having heat?

You're gonna stop having electricity?

You gonna stop driving your cars?

You're gonna stop taking trains?

It's like you're not gonna stop using your iPhones. You're not gonna do any of that. And no wonder.

So, So No. 

Thank you.

Senin, 18 Januari 2021

How to be happy. People suffering every day.

How to be happy. People suffering every day.

 

Suatu waktu ada orang yang bertanya, Dan apa si yang membuatmu bahagia?

Responku waktu itu, tidak ada respon. Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Dan beberapa saat setelahnya, yang aku fikirkan untuk jawabannya adalah. Well I wish I know what make me happy, so I could go persue it. Aku harap aku tau apa yang membuatku Bahagia, supaya aku bisa mengejarnya.

Jawaban yang absurd, messed up. Tapi entah hanya aku, atau ada orang lain diluar sana yang merasa sama denganku. Untuk jawaban itu. Merasa tidak berada ditempat yang seharusnya, tapi tidak tau juga harus berada dimana.

Yang aku tau, orang itu kesusahan setiap hari. Mungkin tidak semua, I don’t really know. Tapi pasti banyak yang kesusahan setiap hari. Apakah mereka tidak Bahagia?

Atau orang yang kesusahan itu tetap merasa Bahagia saja? Regardless.

Aku suka naik motor berkeliling nowhere, just wandering around. Banyak sekali manusia ini ternyata. Ada jalan yang sangat ramai, tapi ada juga jalan yang sepi. Walaupun jumlah tokonya kurang lebih sama.

Ini yang aku lihat. Sekitaran kota Gresik 08.00 PM -

Ada penjual dvd bajakan yang banyak sekali setoknya. That lady memutar lagu dengan cukup kencang, mungkin dia yang membuat suasana disana lebih meriah dari yang seharusnya. Aku tidak tau apakah sekarang masih ada orang yang membeli dvd begitu. Karena semua sudah digital online. Tapi dia masih disana.

Ada penjual gorengan, martabak, terang bulan dan roti goreng. Penjual gorengan punya sedikit stok jualannya. Sepertinya banyak orang disana yang suka makan gorengan. I do like it. Tapi aku perlu sedikit hati-hati karena tenggorokan sensitive bisa mudah meradang. Normalnya aku akan beli ditempat yang aku tau aku tidak akan sakit setelahnya. I have two regular places.

Pejual martabak, terang bulan banyak kerumunan orang yang mengantri. Bussines is good I supposed. Yang agak terlihat tidak tersenyum itu penjual roti goreng. Dagangannya masih lumayan banyak, dan dia hanya duduk sambal menunduk ke smartphonenya. Entah apa yang dilihatnya sembari menunggu pembeli untuk dagangannya. Is that man happy?

Lalu agak jauh dari kerumunan itu, ada penjual bacan dan makanan lainnya yang dibungkus menggunakan daun pisang. Masih banyak sekali dagangannya, dia duduk sembari memandangi jalanan. Mungkin dia ibu dari anak kecil yang sedang entah melakukan apa di hari yang menjelang malam. Mungkin merasa Bahagia atau baik-baik saja, normal, karena kalau akau anak kecilnya itu yang akan aku rasakan. If that lady was my mum, is she happy?

Aku tidak beli bacannya, karena sekitar 50meter across the street ada penjual jagung rebus yang aku suka. Dia sedang menata jagunggnya di panci besar untuk menjaganya tetap hangat. Aku beli 2 dan itu untuk makan malamku. Not my best idea, karena malamnya lapar lagi. Untung ada some cassava chips with surprise flavours. Penjualnya lagi murah senyum malam itu, mungkin dia sedang mengalami hari yang baik. Probably he is happy.

Jauh dari sana ada penjual keripik singkong rasa manis dan asin yang dicampurkan. You just can’t chose what flavour you’ll get. Its an surprise. 10k untuk seperempat kilogram, I bought often. Penjualnya elderly man yang aku jarang sekali mendengar suaranya. Terahir aku ingat adalah beberapa tahun lalu waktu pertama kali aku membeli disana. Dan tentu aku tidak ingat bagaimana rupa suaranya. He is so old I supposed, dan setiap aku bialang terimakasih dia tidak pernah bilang sama-sama atau iya, Cuma mengangguk. Is he happy?

Ini cerita keliling jalan dan dengan judul yang entahlah juga.

Jadi bagaimana untuk bisa bahagia ya? Entahlah, aku tidak tau.

Tapi, apakah hidup ini harus Bahagia? Is life supposed to be happy?

I don’t know.

Pengunjung