Jumat, 22 Oktober 2021

Why I stop going to Church

 Why I stop going to Church -A story

Kenapa aku berhenti pergi ke Gereja.

Di waktu hampir penghujung tahun 2021 ini, sudah lama rasanya aku tidak pergi ke Gereja. Aku masih bisa pergi ke Gereja si, terakhir yang aku ingat, mungkin sekitar awal 2020. Di ibadah awal tahun baru di 01 januari 2020 bersama mantan. Dan kalau tidak salah tepat sebelum pandemic menyerang Indonesia di awal Maret 2021 aku juga pergi ke Gereja di Jogja Bersama sodara sepupu. Setelah itu, thanks to pandemic I never have to go.

Kenapa waktu itu aku pergi ya, cuma ingin menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga kurasa.

Tapi jangan salah menilai ya, pergi ke Gereja untuk beribadah sebenarnya bisa menjadi hal yang baik, bagus dan menyenangkan. Apalagi kalau kamu punya sesuatu untuk ditawarkan ke organisasi. Mungkin kalau kamu bisa memainkan instrument, punya pengetahuan di multimedia, atau punya suara yang cukup bagus untuk tampil di altar. Kamu bisa menjadi orang yang dianggap penting dan kamu punya previlage untuk mendapat banyak hal disana.

Tapi kalau untuk regular people, just like me, yang cumin datang untuk duduk menjadi jemaat. Atau kalau pernah mengambil bagian di organinasainya dan sedang mengalami masa yang sulit dan memutuskan untuk step aside for while to recover. Maybe you will experience not so good moment there. Ya, mungkin kamu tidak akan mengalami waktu yang netral atau menyenangkan. It will be not a good time.

Ditambah lagi kalau kamu laki-laki. Mungkin akan berbeda kalau kamu perempuan, apalagi kalau menarik. Please take no offence, I don’t really know. But for the boys, who cares. Mereka akan diharapkan untuk menelan dan menyelesaikan masalahnya itu sendiri. Downside for becoming boys I suppose. Nobody would care for your feeling, like you don’t have.

Tapi mungkin begitulah adanya. Kalau kamu tidak memiliki nilai tambah yang baik, mungkin kamu tidak akan begitu dipedulikan. Mungkin terlalu sensitive disini, karena orang juga punya masalahnya sendiri yang harus dipikirkan. Jadi untuk apa menambah dengan masalah orang lain. Dan karena itu juga, untuk apa menambahkan masalah untuk orang lain.

Many would feel happy and nice for went to Church, and nice. I do happy for them. It’s a good one.

Tapi untukku, mungkin aku tidak akan pergi ke Gereja secara regular satu minggu sekali lagi. Tapi tidak tau juga masa depan bagaimana.

Sekarang, I just don’t feel I belong there. I don’t feeling well …  I don’t know the feeling. Tapi untuk apa lah aku pergi kalau tidak merasa nyaman. Apalagi aku kan stranger at strange place. Kalau datang ibadah kan untuk Tuhan ya, dan untuk apa aku datang kalau aku tidak merasa cocok. I don’t think it will beneficiary for anyone or anything.


Di tempat baru, sebenarnya aku pernah mencoba untuk datang ke Gereja. Orang asing ditempat orang lain, dan tidak terasa oke. Jadi aku berhenti setelah beberapa kali mencoba. Dan sepertinya aku baik-baik saja. Terasa lebih baik begini, worshiping God by myself on my own. Its work for me.

Terakhir, hanya karena aku tidak pergi ke Gereja bukan berarti aku orang yang buruk. Aku selalu melakukan hal yang aku lakukan. Celebrating all kind of holiday, treat people equally and so on. Bukan orang baik, hanya orang biasa yang menjalani hidup sebaik baiknya.

Actually, foremost is i need friends. And i just don't think that i'll find they in there. not anymore




Selasa, 15 Juni 2021

Mimpi Aneh -Ruangan Gelap

 Mimpi Aneh -Ruangan Gelap

Jadi aku minpi aneh semalam.

Dalam mimpi itu, aku berdua dengan seseorang yang aku juga tidak tau siapa atau apa, berdiri di samping tembok yang ujungnya tidak aku perhatikan. Dan disana ada sebuah pintu untuk masuk kedalam ruangan gelap yang disebelah satunya ada pintu juga yang nggak tau juga ada apa disana. Di ruangan sebelah ruangan gelap, semacam the fold di tv show Shadow and Bone. Supaya mudah membayangkannya.



Jadi, untuk sampai ke ruangan sebelah kita harus melewati ruangan gelap gulita itu. Dan entah ada apa disana juga tidak tau, tapi ingin aja kesana.

Kata yang disebelahku itu “Kamu harus lewat ruangan ini kalau mau ke seberang. Tapi belum pernah selama ini ada orang yang berhasil. Mereka semua hilang didalam dan tidak pernah Kembali.”

Tapi disana ada 2 orang anak kecil yang memegangi kakaiku yang mengajak masuk. “Ayo kakak kita masuk. Diseberang lebih enak.” “Iya ayo kakak kita masuk.”

Well, baiklah dan tanpa memperdulikan perkataannya itu, aku putar knop pintu bundar itu dan masuk kedalam. Tanpa perasaan takut atau apa, aku hanya masuk kedalam tanpa peduli apapun. Masuklah aku kedalam ruangan itu, tapi ternyata awalnya memang gelap. Tapi entah darimana datang cahaya yang menerangi jalan kami. 2 anak kecil yang berjalan bersamaku.

Tidak lama, aku sampai di pintu satunya disebrang ruangan. Dan membukanya. Berhasil, tanpa masalah sampai diruanagn sebelah.

Hem, tidak seperti yang penjaga pintu itu bilang ternyata. Perjalanan diruangan gelap itu biasa aja. Cuma perjalanan biasa, tidak ada yg menyeramkan.

Setelah entah ngapain disana, aku tiba lagi di pintu tempat aku datang. Dan aku berkata, “sudah ya au balik dulu aku.”

Waktu aku memegang kenop pintu bundar itu, ada suara lagi menginatkan “Yang masuk kesana nggak pernah ada yang keluar lagi lho.”

Dan seketika timbuk sedikit perasaan takut, sedikit saja. Perasaanku, aku hanya tau kalau aku harus Kembali ketempat awal tadi sebelum aku masuk ruangan gelap tadi.

Tapi yasudah aku putar knopnya dan melihat kedalam. Rasanya ruangan itu menjadi lebih gelap dan kali ini aku sendirian yang masuk. Masuklah aku dan aku tutup pintunya.

Aku bergerak maju kearah yang aku kira itu depan untuk mencari pintu pertama aku masuk tadi. Aku sendirian maktu masuk dan gelap gulita aku tidak bisa melihat apa-apa. Tapi aku jalan terus saja, tidak terpikir rasa takut juga sepertinya. Biasa saja, hanya berjalan sambal meraba-raba kehampaan.

Sampai akhirnya ketemu knop handle pintu. Teraba dengan tangan ya, karena nggak bisa kelihatan apa-apa. Tapi anehnya, setelah aku menyentuh knop itu. Tiba-tiba punggung terasa berat seolah ada yang menaiki. Dan jatuhlah aku lalu kegelapan seakan aku dibungkus atau diselimuti olehnya.

Aku berfikir, “eh hilang juga kah aku disini?”. Sembari perasaan gelap dan berat menutupiku semluruhnya dan hilanglah kesadaranku. Setelah sepertinya aku tidak sadar untuk beberapa waktu lamanya. Perasaanku sekitar 3 jam waktu yang hilang aku nggak sadar. Aku tidak tau kenapa aku berfikir 3 jam, ya entah lah.

Sampai ada anak kecil lagi yang menolong membanguankan aku. “Kakak ayo bangun.”

Aku tersadar dan meraih kenop pintu bundar itu. Sejujurnya aku tidak tau dimana letaknya, tapi Ketika tanganku kuarahkan keatas, disanalah itu. Dan aku putar dan aku buka pintunya. Aku melihat cahaya dan aku terbangun dari mimpi itu. Heheh..

 

Minggu, 16 Mei 2021

Ghost 01

 Ghost 01

Jadi ini ada cerita lagi. Tentang orang yang aku temui online dan berhasil kutemui didunia nyata. The first one.

Pertama aku ingin bilang, kalau tidaklah ada ghost 02 dan seterusnya, hanya ada satu iitu dan aku berhenti menghitung setelahnya. It’s just not, im not doing that.

Hari minggu nan gabut aku pergi ke mall, karena sejujurnya kalau kamu ada di surabya, tidak begitu banyak tempat yang bisa dikunjungi kurasa. Panasnya itu lho, sepertinya aku tidak ingin menanggungnya kalau untuk beraktivitas outdoor siang-siang. Jadi aku pergi ke daerah utara sendirian, karena menang tidak ada agenda untuk bertemu dengan siapaun. Bukan ide yang bagus sepertinya, karena minggu lebaran ini banyak waktu kosong dan akan lebih menyenangkan kalau bisa hangout dengan seseorang I suppose.

Jadi aku pergi ke mall di daerah utara, hanya untuk jalan-jalan dan mencari coffee shop yang enak untuk hanya sekedar menghabiskan waktu. Tidak melakukan apa-apa juga, karena mungkin tidak ingin. Ceritanya ada di Hypermart.

Entah ada takdir apa yang membawaku pergi kesana. Aku sedang tidak memerlukan apa-apa untuk dibeli, aku hanya pergi kesana. Anehnya, disana juga sebenarnya tidak banyak yang bisa dilihat tapi aku suka ke Hypermart. Ada beberapa cerita di toko itu di Surabaya.

Pernah sekali aku pergi untuk menemai belanja teman, dan dia ingin membeli sabun mandi dan sedikit berbelanja. Aku suka menemani orang belanja tho, apalagi kalau itu tidak memakai uangku. Bukan pelit, hanya suka saja melihat orang melihat-lihat barang dan mencari apa yang mau dibeli. Jadi sembari mencari sabun, dia terlihat agak kebingungan or somehow dan aku dengan spontan langsung mengambil Dove warna pink dan kumasukkan ke keranjang. She goes “Eh kok kamu tau aku lagi cari itu?” aku jawab “Iya kan dulu aku pernah anter kamu mampir di Indomaret itu ya. Kan ini yang kamu beli ya. 2 cukup?”. “Ow yaampun kamu bisa inget begitu ya.” Dia menimpali dengan ekspresinya yang kurasa imut. Heheh..

Pernah lagi aku pergi dengan orang lain yang aku temui untuk menunjukkan beda bawang merah dan danun bawang. Karena dia beranggapan kalau daun bawang itu dari daun bawang merah. Terbukti, bawang merah dan daun bawang itu tumbuhan yang berbeda. Aku tunjukkan di rak fresh food di Hypermart. I win, so we went to coffee shop and talk random topic until late night. Ow, I like her. She is so brave, hanging out with stranger until that late and talk random things. And I rides her home. That was fun.

Random sekali kan aku, malah cerita yang lain.

So, di Hypermart yang ini, aku pergi ke bagian fresh food untuk melihat produk susu. Greenfield palin, that the milk I used to purchase. Dan disana lah aku melihat dia, Ghost 01. Em, bukan untuk disrespectful ya, hanya saja itu code name yang aku berikan untuk dia. Just for fun myshelf. Jadi aku melihat dia sedang berbela ja dengan ibunya. Dan entah kenapa aku bisa berani menghampiri dan menyapa. Karena biasanya aku hanya akan pergi dan menghilang darisana. Jadi aku mendekati mereka.

“Hai Ghost 01, hai tante..” God she is so pretty. Dengan rambut lurus Panjang belah tenganya. Tinggi dan ramping, she is an Angel, well fallen Angel maybe because she is Ghost 01. And God if i would ever be with someone, i would love to be with someone looks like her. Hehe..

Dia menjawab dengan mungkin agak kaget, “hei, kok disini? Sama siapa?”

“Aku sendirian, lagi jalan-jalan aja gabut. Kamu apa kabar kah? Eh iya, makasih ya tante..”

Ibunya menjawab, “kok makasih? Dia nggak pernah bilang punya teman kayak kamu. Temen dari mana?”

“Iya tante, saya dari jauh memang, temen ketemu online. Iya mungkin karena aku nggak cukup keren makanya nggak pernah disebut. Dan cumin pernah sekali ketemu makan ice cream.” Kami berdua ketawa dan aku malanjutkan “oya dan makasih tante udah bawa orang cantik kayak Ghost 01 ke dunia. Ada 2 lagi kan sama adiknya ya.”

Kami lanjut ngobrol ringan kecil beberapa saat sambal ketawa bareng. It was fun. Aku nggak mau certain lanjutannya deh. Cukup segitu aja. Aku cukup senang bisa berani mendekati mereka dan ngobrol sebentar. Really made my day. But um, i feel a bit creepy write this kind of story. anyway

Good Night Angel, Ghost 01.

 


Rabu, 12 Mei 2021

My Closest Friend is Stranger

 

My closest friend is stranger

Sekarang malam lebaran 2021. Dan entah kenapa aku merasa sendirian. Sebenarnya aku memang sendirian selalu si, tapi kalau perasaannya, nggak selalu terasa. Aku sebenarnya ingin sekali bercerita dengan seseorang, karena ada beberapa hal lucu nan menarik yang terjadi belakangan ini.

Teman terdekatku sekarang adalah orang asing, dan aku tidak bisa semerta-merta menelfon untuk hanya sekedar bercerita. Jadi aku cerita disini aja deh.

 

Lalu aku sedang duduk di tempat ngopi langganan, dan ada seseorang yang datang. Naik motor dan memakai hoodie abu-abu. Karena aku duduk ditempat biasa paling deket dengan parkiran, aku bisa melihatnya dengan jelas. Asumsinya, wow, dia sepertinya cantik banget. Pakai hoodie, masker dan helm. Tapi karena aku pakai kacamata, aku bisa melihat dengan jelas. Dan aduh, aku bisa melihat matanya, so pretty. If girl, she must be beautiful, and I’ll be happy to see..

Dan setelah dia melepas helm nya, ow my goodness, it’s a boy. But he is a pretty boy tho. Hehehe..

 

Ada lagi setelah aku buka bungkusan dari laundry. Ada bonus sweeter hitam didalam plastiknya. Bukan punyaku, aku yakin. Walaupun aku sering nggak yakin, tapi ini aku yakin bukan punyaku. Jadi sebagai orang yang ingin berlaku baik, aku kembalikan lah ke laundry nya. Aku ambilnya kemarin, dan hari ini aku Kembali ke laundry nya, sekalian mau nguci lagi si.

Sesampainya di laundry, aku kasih ke orangnya. Aku bilang, Pak ini bukan punya saya. Kecampur sama punya saya kemarin ini. Terus Bapaknya nyeletuk, walah terus punya siapa ya mas Dani?

Walah, saya juga nggak tau lho Pak. Saya dating balikin ini kesini dengan harapan kalau Bapak tau, atau paling nggak nanti kalau ada pelanggan lain yg dating nyariin. Bisa Bapak kasihin. Ya mungkin nggak hari ini, bisa besok atau tiga hari lagi lah. Atau kalao pelanggannya kayak saya ya udah lupa lah. Bisa udah 3 tahun baru inget kalo ada yang ilang, dan udah nggak saya inget lagi dimana nge laundry nya.

Dan iya, aku baru inget kehilangan kaos “Blessed to Be Blessing” or something. Padahal itu hadiah dari… ah sudah, jadi intinya aku baru inget kalau dia hilang pas kemarin beres-beres mau pindah ke kosan. Entah sejak kapan juga aku nggak tau itu ilangnya. Atau apakah beneran ilang atau ketinggalan dimana.

 

Terus kemarin itu aku pingin makan bakso, dan aku inget ada tempat bakso yang aku pingin datengin. Well, tempatnya si terlihat bagus ya, tapi setelah disana pasan banget ruangannya. Dan rasanya tidak seenak itu juga, mengingat harganya bisa dapet 3 mangkok kalau ditempat langganan. Lebih adem pun, dibawah pohon dan ada akuariom ikan mas koki yang lucu banget kalo aku liatin.

Tapi karena pingin nyoba yasudahlah aku datengin. Disana lumayan rame, walaupun panas mungkin karena jam buka puasa juga si. Sudah aku pesan bakso special tambah somay dan es jeruk. Terus aku duduk menunggu pesanan datang. Menunya ada lumayan banyak si, ada bakso, mie ayam, dan mie setan pedes, bakwan malang, dan beberapa lainnya.

Setelah agak lama menunggu datenglah mie ayam, ada bakso dan pangsitnya plus es jeruk. Dan aku makan aja langsung karena udah laper juga kan sore-sore. Lagi enak makan, sebentar lagi habis, dimeja sebelahku ada mbak-mbak manggil yang julan, mas tadi saya pesen mie setan pedes pol lho, kok ini nggak pedes ya? Yaelah gitu aja pake komplain si, itu kan ada sambel tinggal tuang aja yang banyak kan beres si, kataku dalam hati.

Belum pergi pelayannya yang dipanggil dan aku baru juga selesai mikir begitu. Aku baru keinget. Lho, ini mie ayam siapa ya? Tadikan pesen bakso. Oo my goodness. I say nothing.

Aku jadi kengitan juga dulu pernah ada temen yg pesen jus murni tanpa gula, ditekankan banget kalau jusnya jangan manis. Dan dateng jusnya pakai susu dipinggir gelasnya, minta ganti dong. Dan aku, yang dipesen sama yang dateng beda aja aku nggak inget.

 

Katanya ada yang bilang, teman baik itu merekeka yang bisa kamu certain, kabar buruk dan mereka mendengarkan. Bukanya malah mengatakan kenapa kamu begitu bodoh. Atau malah menceritakan kisah buruk mereka yang jauh lebih buruk darimu sekarang. Mereka hanya mendengarkan.

Dan jika kamu menceritakan hal baik, yang sedang kamu alami. Mereka merayakannya bersamamu. Bukannya malah bercerita tentang hal baik yang jauh lebih baik yang terjadi pada mereka, atau orang yang mereka kenal. Tiga tahun lalu. Dan membuatmu merasa kalau hal baik yang terjadi itu bukan apa-apa.

Looking new friend is unbelievably hard, and keeping one is close to impossible..

Hm, well ya. I’m just wanna tell silly story to someone. Over a phone call pr even better over a cup of coffee. But I suppose it’s just luxurious I didn’t have or had.

So, this is from me, sitting at balcony, watching fireworks and listening people takbiran. Over me cig and Heineken. Me life is beautiful tho, don’t get it wrong.

Happy Ied Al Fitr 2021.

 

Rabu, 20 Januari 2021

Berkisah Jika Nanti -A Story

Segala sesuatu dialam semesta ini aku percaya berada dalam keteraturan. Kalaupun ada saat saat yang tidak teratur, mungkin itu hanya kelihatannya saja, distraksi untuk semuanya menuju keteraturan. Dan walaupun semuanya terlihat kacau, itu kekacauan yang teratur. Begitu paragraf pembukanya.

Beberapa waktu lalu aku bertanya kepada beberapa Teman dan orang yang bisa kupanggil Kakak dan Abang. Aku bertanya sebenarnya apa yang kita lakukan dalam hidup ini. Apa yang kita lakukan untuk mempersiapkan hari tua jika hari itu datang. Mungkin aku bertanya dengan orang yang kurang tepat untuk masalah ini, tapi ini hanya opini. Semua orang boleh punya opini kan, untuk diri sendiri. 


Aku bertanya karena aku juga tidak tahu apa yang aku lakukan dengan hidup, atau apa yang hidup lakukan terhadapku. Aku sepertinya sedang berada di tahap pemikiran uang untuk memaknai hidup ini. Tapi ya, sebenarnya juga aku tidak tahu mengapa aku iseng sekali bertanya hal itu.


Pertama ada yang menjawab kalau Hidup akan menyediakan semuanya untuk kita. Percaya saja dan jalani hidup sekarang sebaik mungkin, lakukan semua yang dikehendaki sang pemilik kehidupan. Jawaban ini tidak bisa kupahami sebenarnya. Bagaimana jika aku bukan seorang yang begitu bertaqwa sepertimu. Maksudnya, apa sih yang harus aku lakukan sebenarnya.

Kedua ada yang menjawab aku tidak tahu, belum pernah terfikirkan sampai kesana. Hidup sekarang saja susah sekali, jadi aku tidak punya waktu untuk memikirkannya. Mempersiapkan apa juga tidak tahu, sepertinya aku akan bekerja saja sampai mati, dan kemudian dia tertawa. Mungkin stres di hidupnya telah membuatnya rusak. No idea.

Ketiga 

Maaf ini draft lama di akhir 2019 dan sekarang sudah 2021, dan sepertinya aku sudah lupa jawabannya. jadi story ini tidak selesai.

Kantong Belanja

Mungkin sudah sekitar dua tahunan ini kalau belanja sebisa mungkin membawa kantong belanja sendiri. Ke minimarket atau toko grosir untuk kebutuhan sebulan, aku biasakan untuk membawa kantong belanjaan sendiri.

Kecuali kalau aku beli sayuran, aku tidak membawa. Karena mungkin kotor ya, ada tanahnya. dan mungkin masih geratis juga. Tapi aku selalu minta plastic yang cukup besar untuk semuanya, masukin saja semuanya kesana. Seminimal mungkin.

Ceritanya ada di minimarket atau toko grosir kalau aku membawa kantong belanja sendiri. Terkadang, ada yang melihatku dengan tatapan yang cukup aneh. Dulu kasirnya juga seperti, orang ini nggak papa tah?

Heheh…

Ada satu embak-embak cantik yang belanja dan di kasir sebelah yang sepertinya memandang dengan curiga. Beneran deh dia cantik, rambutnya panjang dihiglight pirang (blonde). Pakai kaos hitam fit, jeans hitam juga fit. Badanya oke, not perfect but about close. Please it’s not necessary creapy, just honest opinion for short period of time looking.

Tapi ada yang melihat dengan biasa aja ya. Tapi aku mau tulis yang lucu aja itu.

Anyway,

Kenapa beberapa orang melihatnya dengan agak aneh ya? Kebiasaan bawa kantong belanja itu.

Kenapa juga aku harus repot-repot membawanya? Walau sebenarnya tidak serepot itu, tinggal dilipat dan dimasukkan ke tas kan.

Aku tanya itu ke temen, dan jawabannya. “Iya kamu aneh juga si. Ngapain repot-repot bawa, kan disana udah disediain.”

Bukan jawaban yang ingin aku dengar. Tapi bisa jadi iya juga si. Aneh. Mungkin nanti aku tanya yang lain, but most likely not adding this, at here.

Kemudian kenapa juga ya aku bawa begituan?

Well, mungkin karena aku peduli dengan lingkingan. Tidak mau menambah sampah? Tapi apa iya tindakan itu berdampak pada lingkungan si. Sepertinya si nggak juga. Nggak berarti.

Kalau melihat berita pencemaran sampah plastic di laut, memang akan membantu mengurangi ya?

Aku rasa si tidak juga.

Tapi yang pasti, aku bisa berhemat sekitar Rp 200 setiap kali belanja yang kalau kasirnya menungkinkan, bisa untuk donasi. Atau dapat permen untuk hiasan toples.

Sama seperti aku memilih untuk tidak memakai sedotan sewaktu aku minum, kalau pilihanya ada. Kasihan sama penyu yang entah bagaimana bisa masuk sedotan ke hidungnya. Aku pernah berjumpa gadis cantik yang beranggapan sama. Kami minum tanpa sedotan malam itu, amazing I supposed.

Tapi apa iya itu akan berdampak? Kemungkinan besar si tidak.


Menganai sampah plastic dan tambah sedotan tadi. Apakah kita sebagai manusia memang mau menguranginya ya?


 



Selasa, 19 Januari 2021

QNA about Climate Change with Professor Jordan Peterson

I Found this old clip so interesting..

Professor Jordan Peterson on climate change and climate policy at the Cambridge Union



Question:

Drought, Flooding, and Ocean Acidification unanticipated for 65 million years. All result from climate change according to over 700 of your fellow scientists so..

I was wondering whether you thought climate change could be an issue that could unite us all or left and right?

Moving us beyond debates about C16 to discussions at the UN Katowice next month where perhaps humanity might finally discover its global map of meaning?


Answer:

No.

Mean those there's a couple of reasons.

I mean the first reason is is that I spent a lot of time, really I worked for UN committee for two years on sustainable economic and ecological development and read a very large amount during that period of time and learned a lot much of which made me much more optimistic than I had been before I read the relevant literature which was a real shock to me,

But the climate change issue is an absolutely catastrophic nightmarish mess and the idea that that will unite us is, that's.. that's.. that's.. not going to unite us. 

I mean first of all, it's very difficult to separate the science from the politics, and second even if the claims, the more radical claims are true, we have no idea what to do about it and so, no. 

And besides it's even worse than that,

Here's one of the worst things about the whole masses. So as you project outwards, with regards to your climate change projections, which are quite unreliable to begin with, and the unreliability of the measurement magnifies as you move forward in time obviously, because the errors accumulate. And so if you go out 50 years the error bars around the projections are already so, so wide that we won't be able to measure the positive or negative effects of anything we do right now.

So how in the world are you going to solve a problem when you can't even measure the consequence of your actions. 

Like how is that even possible?

And besides that what's the solution?

What are we going to do?

Switch to wind and solar? 

well good luck with that. Just try it and see what happens.

We can't store the power. Germany tried it. They produce more carbon dioxide than they did when they started because they had to turn on their coal-fired plants again. That wasn't a very good plan. 

Well we don't want nuclear. It's like okay, what happens at night, huh? The Sun Goes Down. Well isn't that something we should have taken into account. All right we gotta flip on the coal-fired plants. 

Well so it was a complete catastrophe, and all that happened was the price of electricity shot up. There's like zero utility. So that's that's not a solution. 

So what are we gonna do about it?

Well we should cut back, we can't consume as much as we should as we are all consuming.

It's like, well maybe except the data that I've read indicate that if you can get the GDP of people up to about five thousand dollars a year. Then they start carrying about the and the environment cleans up. 

So you could make a perfectly strong case. I think at a reasonable one perhaps even a humane one, that the actual idea would be to get everybody in the world who's poor desperately so, out of poverty as fast as possible which would increase consumption in the short term because then they'd start to care about the environment and things would clean up.


It's like okay, well what are we gonna do about global warming? 

Well good luck figuring that out. I don't see a solution on the horizon.

I look at Bjorn Lomborg work. I really like Bjorn Lomborg. I think he's a real genius. You can look them up if you want. 

He took the UN Millennium Goals. There's 200 of them. That's way too many goals if you're serious about goals by the way, because 200 goals isn't a plan, it's a wish list you have to prioritize. 

I'm serious, you have to prioritize, but they won't prioritize because each of the goals has its constituents and if you prioritize then you irritate the constituents, and but if you don't prioritize then you can't implement the plan.

So what Lomborg did was gather a team, of teams of economists, multiple teams, some of whom were Nobel prize-winning economists. He had them assemble teams. He had them rank order development goals in terms of the return on investment all of the teams, then he averaged across the teams and came up with a final list.

And an addressing global warming wasn't even on the list. The most fundamental. He wrote a book called How to Spend Seventy Five Billion Dollars To Make The World a Better Place, and that's not very much money on a global scale. 

Almost everything that he recommended had to do with increased child nutrition in developing in developing countries. It's like these things are complicated man. These are complicated, it's like well let's fix global warming. It's like okay, well good luck with that.

First of all how are you going to do that? 

And to think that will unite us but certainly not uniting us so far. 

So no, and it's just.. it's just.. it's the kind of low resolution thinking that just gets us absolutely nowhere.


I like what Lomborg did way better. I think it's way more intelligent. So you know maybe if you,

if you increase child nutrition, enough and you produce another, I don't know 10 million geniuses as a consequence of that. 

And maybe way they must figure out what to do about global warming. 

Well I'm serious about that you know. It's not a bad thing to increase the total sum of human brain power you know.

And so we treat these things so lightly.

Well let's fix the planet.

Well we're going to concentrate on global warming.

Well why global warming?

Well cuz everyone thinks that's the biggest catastrophe. 

Well maybe it is, but if you don't have a solution?

Well then what about all those other problems? 

What are you gonna do about them? 

Well we'll ignore them because we can feel good about, you know being concerned about global warming.

It's like I don't.

You know one of the reasons there's more trees in the northern hemisphere than there were a hundred years ago. No one knows that, but it's true. And by substantial margin you know. Why in part, because people burned coal instead of wood.

It's like everyone says, well we shouldn't burn coals, like ok fair enough.

What do you want to do burn trees instead? Because that's what poor people would have done. It's like, coal isn't good, well it's better than burning wood.

So these things are complicated. So they're unbelievably complicated, 

and so no. It's not going to unite us and we're not gonna do a damn thing about it either. So it doesn't really matter. 


So well what are we gonna do?

You're gonna stop like having heat?

You're gonna stop having electricity?

You gonna stop driving your cars?

You're gonna stop taking trains?

It's like you're not gonna stop using your iPhones. You're not gonna do any of that. And no wonder.

So, So No. 

Thank you.

Senin, 18 Januari 2021

How to be happy. People suffering every day.

How to be happy. People suffering every day.

 

Suatu waktu ada orang yang bertanya, Dan apa si yang membuatmu bahagia?

Responku waktu itu, tidak ada respon. Aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Dan beberapa saat setelahnya, yang aku fikirkan untuk jawabannya adalah. Well I wish I know what make me happy, so I could go persue it. Aku harap aku tau apa yang membuatku Bahagia, supaya aku bisa mengejarnya.

Jawaban yang absurd, messed up. Tapi entah hanya aku, atau ada orang lain diluar sana yang merasa sama denganku. Untuk jawaban itu. Merasa tidak berada ditempat yang seharusnya, tapi tidak tau juga harus berada dimana.

Yang aku tau, orang itu kesusahan setiap hari. Mungkin tidak semua, I don’t really know. Tapi pasti banyak yang kesusahan setiap hari. Apakah mereka tidak Bahagia?

Atau orang yang kesusahan itu tetap merasa Bahagia saja? Regardless.

Aku suka naik motor berkeliling nowhere, just wandering around. Banyak sekali manusia ini ternyata. Ada jalan yang sangat ramai, tapi ada juga jalan yang sepi. Walaupun jumlah tokonya kurang lebih sama.

Ini yang aku lihat. Sekitaran kota Gresik 08.00 PM -

Ada penjual dvd bajakan yang banyak sekali setoknya. That lady memutar lagu dengan cukup kencang, mungkin dia yang membuat suasana disana lebih meriah dari yang seharusnya. Aku tidak tau apakah sekarang masih ada orang yang membeli dvd begitu. Karena semua sudah digital online. Tapi dia masih disana.

Ada penjual gorengan, martabak, terang bulan dan roti goreng. Penjual gorengan punya sedikit stok jualannya. Sepertinya banyak orang disana yang suka makan gorengan. I do like it. Tapi aku perlu sedikit hati-hati karena tenggorokan sensitive bisa mudah meradang. Normalnya aku akan beli ditempat yang aku tau aku tidak akan sakit setelahnya. I have two regular places.

Pejual martabak, terang bulan banyak kerumunan orang yang mengantri. Bussines is good I supposed. Yang agak terlihat tidak tersenyum itu penjual roti goreng. Dagangannya masih lumayan banyak, dan dia hanya duduk sambal menunduk ke smartphonenya. Entah apa yang dilihatnya sembari menunggu pembeli untuk dagangannya. Is that man happy?

Lalu agak jauh dari kerumunan itu, ada penjual bacan dan makanan lainnya yang dibungkus menggunakan daun pisang. Masih banyak sekali dagangannya, dia duduk sembari memandangi jalanan. Mungkin dia ibu dari anak kecil yang sedang entah melakukan apa di hari yang menjelang malam. Mungkin merasa Bahagia atau baik-baik saja, normal, karena kalau akau anak kecilnya itu yang akan aku rasakan. If that lady was my mum, is she happy?

Aku tidak beli bacannya, karena sekitar 50meter across the street ada penjual jagung rebus yang aku suka. Dia sedang menata jagunggnya di panci besar untuk menjaganya tetap hangat. Aku beli 2 dan itu untuk makan malamku. Not my best idea, karena malamnya lapar lagi. Untung ada some cassava chips with surprise flavours. Penjualnya lagi murah senyum malam itu, mungkin dia sedang mengalami hari yang baik. Probably he is happy.

Jauh dari sana ada penjual keripik singkong rasa manis dan asin yang dicampurkan. You just can’t chose what flavour you’ll get. Its an surprise. 10k untuk seperempat kilogram, I bought often. Penjualnya elderly man yang aku jarang sekali mendengar suaranya. Terahir aku ingat adalah beberapa tahun lalu waktu pertama kali aku membeli disana. Dan tentu aku tidak ingat bagaimana rupa suaranya. He is so old I supposed, dan setiap aku bialang terimakasih dia tidak pernah bilang sama-sama atau iya, Cuma mengangguk. Is he happy?

Ini cerita keliling jalan dan dengan judul yang entahlah juga.

Jadi bagaimana untuk bisa bahagia ya? Entahlah, aku tidak tau.

Tapi, apakah hidup ini harus Bahagia? Is life supposed to be happy?

I don’t know.

Pengunjung